Catatan: Rafiqi Kalaras*
Di bulan Rajab, saya berdoa agar sampai pada bulan ini. Bulan Ramadan. Bulan suci. Bulan penuh ampunan. Dan beragam hal-hal baik nan teristimewa tak bisa saya urai satu persatu untuk menyebut bulan ini.
Tentu saja, waktu itu saya juga berdoa, semoga virus Corona yang mulai masuk ke Indonesia tidak sampai separah ini akibatnya: Social Distancing, Physical Distancing, pun PSBB. Sungguh. Saya tak ingin Ramadan 1441 Hijriah dijalani di tengah pandemi.
Tapi siapa bisa menolak jika Tuhan berkehendak. Nyatanya, ini sudah minggu kedua saya dan kaum muslim lainnya menunaikan ibadah puasa Ramadan. Dan angka kasus virus Corona bukannya tambah turun.
Apalagi, prediksi Covid-19 di Indonesia bakal mulai hilang perlahan (paling awal) masih di bulan Juni. Itu yang saya baca. Yang berarti, Ramadan sudah lewat. Itu juga kalau terjadi. Toh namanya juga prediksi.
Alhasil, saya dan kita semua yang muslim menjalankan ibadah puasa Ramadan di tengah pandemi. Di mana suka cita yang biasa memenuhi datangnya bulan ini tak berkurang. Tapi bertambah: rasa cemas dan bisa jadi _bagi sebagian orang_ sampai ketakutan.
Hal seperti ini saya yakin berlaku khususnya bagi orang-orang kota. Terutama ketika Sumenep yang menjadi satu di antara dua kabupaten Zona Hijau di Madura, ternyata jadi Zona Merah tepat di hari pertama dimulainya puasa.
Untungnya, saya tinggal di desa. Meskipun tidak menjamin apapun geografis ini, setidaknya, desa saya berjarak belasan kilometer ke lokasi pasien positif Covid-19 berada di Kecamatan Kota.
Memang bukan hanya di kota. Dua dari lima pasien positif Covid-19 di Sumenep hingga hari ini ada di tiga kecamatan 'luar' kota. Maksud saya di lokasi yang bukan Kecamatan Kota.
Ah, ribet. Saya sebut saja: di Kecamatan Saronggi, Kecamatan Rubaru, dan Kecamatan Kalianget.
Kembali ke soal 'untungnya' tadi, saya sih sebenarnya lebih ke berdoa, semoga bukan hanya virus itu tidak sampai ke kecamatan, apalagi desa saya. Tapi juga segera lenyap dari Kota Keris tercinta ini.
Hal lainnya, semoga angka 5 pasien positif Covid-19 di Sumenep saat ini bukan hanya karena mereka saja yang terdeteksi. Juga, semoga para pasien yang positif segera sembuh.
Duh, jadi bahas pasien positif saja. Kita kembali ke puasa dulu.
Jadi, saya merasa tidak ada bedanya Ramadan di tengah pandemi ini dengan Ramadan tahun lalu. Setidaknya ini saya lihat dari beberapa hal. Setidaknya ini yang_sekali lagi_saya rasakan.
Pertama, saya menjalani ritual Ramadan dengan biasa. Sama seperti sebelumnya, saat si Corona belum mewabah. Saya sahur, berbuka dan salat tarawih sebagaimana biasanya. Tadarus juga, kadang-kadang. 🤫
Ini yang ritual keagamaan. Tunggu yang lain. Sabar. Saya lanjutkan...
Kedua, saya masih bisa belanja takjil dan penganan buat buka puasa seperti Ramadan tahun lalu. Yang ini tentu saja di wilayah kota.
Hari pertama, saya pikir bakal sepi dari para penjual yang biasanya saya temui dan beli di di sepanjang Jl. KH Agus Salim Pangarangan, Sumenep. Jadi, saya pulang dari tempat kerja, yang sudah menerapkan protokol pencegahan Covid-19, tidak melalui jalur tersebut.
Berhubung, aktivitas gelar dagangan Ramadanan dari Bangkal ke Gapura ternyata normal-normal saja, saya kan jadi berpikir lagi. Jangan-jangan di Kota juga sama.
Hari kedua, benar saja, yang dagangan musim Ramadan-nya siap saya beli malah banyak. Sehingga, saya makin menjalankan puasa di tengah pandemi ini seperti biasa.
Cuma, memang ada yang berbeda. Karena ini Ramadan di tengah pandemi, saya akui memang tak selega puasa tahun lalu untuk belanja takjil dan penganan buka di pinggir jalan.
Khawatir kan wajar ya. Manusiawi. Tapi saya tetap beli. (Sembari berdoa tidak ada orang yang terpapar virus Corona belanja atau berinteraksi dengan si penjual).
Hal beda lainnya, penjual dan para pembelinya pakai masker. Termasuk saya. (Cuci tangannya sebelum belanja ya, jangan lupa. Dan kalau saya lupa, tolong diingatkan ðŸ˜).
Intinya, aktivitas beramadan di tengah pandemi sepanjang saya tahu di lingkungan saya normal. Yang dengan demikian, saya berharap kondisi ini tetap normal sampai lebaran. Lalu pandemi segera berakhir, pemasukan lancar. Amin.
Bintaro, 3 Mei 2020
*) Redaktur Pelaksana Mata Madura
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.
Write your comment
Cancel Reply