Catatan
Ketika Ahli Ibadah Diacuhkan Allah
matamaduranews.com-Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallahu wallahu akbar, allahu akbar wa lillahil hamd
Suara takbir berkumandang setelah adzan maghrib. Suara itu terdengar keras dari pengeras suara di masjid-masjid hingga mushalla.
Itulah tanda masuknya 1 syawal bulan hijriah. Selama sebulan Ramadan berlatih lapar dan haus.
Apa yang perlu dipetik dari latihan itu?
Bagi yang memahami secara substansi makna puasa Ramadan, itulah salah satu cara Allah SWT untuk mengasah kepekaan hati kita agar bisa mendengar dan merasakan orang-orang yang lapar dan haus.
Ketika perut terbiasa lapar, hijab antara hamba dan Tuhannya akan terbuka. Hati mudah terasa. Termasuk mendengar jeritan orang-orang yang kelaparan, meski dari kejauhan.
Mengasihi orang-orang yang lapar begitu mulya di sisi Allah.
Kenapa?
Seperti yang disampaikan Alllah kepada Nabi Musa As
Ibadah Shalat Bukan untuk-Ku
Ibadah Puasa Bukan untuk-Ku
Dzikirmu Bukan untuk-Ku
Tapi, Menafkahi orang yang lapar adalah untuk-Ku
Begitu mulya derajat orang yang memiliki kepekaan hati sehingga bisa menafkahi orang-orang yang lapar dan haus.
Menafkahi orang-orang yang lapar sama halnya dengan membantu Allah memberi rezeki sebagaimana Allah menjamin rezeki setiap ciptaan-Nya.
Memberikan sebagian harta yang dicintai untuk orang-orang yang lapar menjadi bagian dari ketaqwaan yang sempurna.
Bukankah berpuasa melahirkan orang-orang yang bertaqwa?
Di situlah rahasia orang berpuasa. Bukan sekedar menahan lapar dan haus. Tapi menyimpan rahasia, yaitu mencetak manusia mulia derajatnya di sisi Allah SWT. Mereka menafkahkan sebagian harta yang paling dicintai.
"Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebaktian (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang paling kamu cintai.†(Ali Imran:92).
Menshadaqahkan sebagian harta yang dicintai bagian dari uji kadar ketaqwaan seorang hamba kepada Tuhannya. Jika kadar cinta kepada Tuhannya lebih besar, harta yang dicintai itu tak ada arti apa-apa.
Sebaliknya, jika kadar cinta lebih condong kepada harta yang dicintai. Maka orang itu menurut Allah belum mencapai katqwaan yang sempurna. Karena dalam hati si hamba masih terbesit cinta duniawi.
Imam Al Ghazali dalam kitabnya Mukasyafatul Qulub berkisah seorang ahli ibadah yang diacuhkan oleh Allah.
Suatu malam, Abu bin Hisyam si ahli ibadah itu bangun malam hendak shalat tahajud. Saat akan ambil wudhu', dia kaget dengan keberadaan mahluk asing berada di dekatnya di bibir sumur.
"Wahai hamba Allah, siapakah engkau?" tanya Abu bin Hisyam
"Aku adalah malaikat utusan Allah SWT," jawab makhluk itu.
Jawaban itu membuat Abu bin Hisyam semakin kaget sekaligus bangga. Dia lalu bertanya, "Apa yang kamu lakukan di sini?"
"Aku diperintahkan untuk mencari hamba pecinta Allah SWT," jawab malaikat.
Pria itu dibuat penasaran dengan barang yang dibawa malaikat. Buku catatan yang sangat tebal. Dia bertanya lagi mengenai buku tersebut.
"Wahai malaikat, buku apakah yang engkau bawa?" tanya Abu bin Hisyam.
"Ini adalah kumpulan nama-nama para hamba pencinta Allah SWT," kata malaikat.
Abu bin Hisyam berharap namanya ada dalam buku tersebut. Untuk mendapatkan kepastian, dia bertanya apakah namanya tercantum di daftar dalam itu kepada malaikat.
Maklum saja, Abu bin Hisyam sangat rajin ibadah, sering shalat tahajud dan bermunajat kepada Allah SWT. Sayangnya, malaikat tidak menemukan nama Abu bin Hisyam dalam buku catatan tersebut.
Abu bin Hisyam meminta malaikat memeriksa kembali buku tersebut. Barangkali namanya terlewat dari daftar.
"Betul, namamu tidak ada dalam buku ini," kata malaikat.
Abu bin Hisyam seketika gemetar dan jatuh tersungkur lalu menangis.
"Betapa ruginya aku yang selalu tegak berdiri di setiap malam dalam tahajud dan bermunajat, tetapi namaku tidak masuk dalam golongan para hamba pecinta Allah SWT," kata Abu bin Hisyam dalam tangisnya.
"Wahai Abu bin Hasyim, bukan aku tidak tahu engkau bangun setiap malam ketika yang lain tidur, mengambil air wudhu' dan kedinginan pada saat orang lain terlelap dalam buaian malam. Tapi tanganku dilarang Allah SWT menulis namamu," kata malaikat.
Ucapan tersebut membuat Abu bin Hisyam penasaran. Dia kemudian bertanya mengapa Allah SWT sampai melarang malaikat mencatat namanya.
"Apa gerangan yang menjadi penyebabnya?" kata Abu bin Hisyam.
"Engkau memang bermunajat kepada Allah SWT, tapi engkau pamerkan dengan rasa bangga hal tersebut ke mana-mana dan asyik beribadah memikirkan diri sendiri. Di kanan kirimu ada orang sakit dan lapar, tidak engkau jenguk dan beri makan. Bagaimana mungkin engkau dapat menjadi hamba pecinta Allah SWT dan dicintai oleh-Nya, kalau engkau sendiri tidak pernah mencintai hamba-hamba yang diciptakan Allah SWT?" kata malaikat.
Abu bin Hisyam pun sadar...
****
Di hari raya Idul Fitri ini. Saat pandemi Covid-19 banyak orang-orang lapar dkibat dampak corona.
Jadikan kesempatan berbagi kasih sayang.
Idul Fitri untuk semua.
Selamat Hari Raya Idul Fitri. Mohon Maaf Lahir dan Bathin.
redaksi
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.
Write your comment
Cancel Reply