Post Images
matamaduranews.com-Jika saya menyebut Bupati Sumenep, KH A. Busyro Karim tak pernah salah. Saya keterlaluan. Kiai Busyro itu manusia biasa. Apalagi menjabat bupati. Pasti lebih dari sekali salah-nya. Istilah Bupati tak (pernah) Salah itu perlu dilihat konteks-nya apa. Bupati tak Salah, konteks-nya apa. Bupati tak (pernah) salah, konteks-nya juga apa. Bisa jadi, dalam konteks tertentu-bupati tak tahu apa-apa. Dalam hukum Islam disebut istisna' (pengecualian). Yang pasti, saya punya banyak cerita tentang aneka sesuatu yang diketahui publik, lalu jadi viral. Sesuatu itu terkait kebijakan yang diambil Bupati Sumenep Kiai Busyro atau Pejabat Pemerintah Kabupaten Sumenep. Hanya saja, publik langsung merujuk nama Bupati Kiai Busyro jika terkait atribut Pemkab Sumenep. Lalu publik menilai Bupati Salah. Atau yang lebih ekstrem Bupati plin plan atau lebih dari itu. Substansi dari penilaian itu sebenarnya sederhana. Apa itu? Ya..itu opini liar. Dibiarkan menggelinding. Lalu tak ada institusi resmi Pemkab Sumenep yang meluruskan. Ya..jadilah Bupati Salah, dan sebagainya. Saya mencoba mengurai..... Isu hangat soal kebijakan Bupati Sumenep yang melarang destinasi wisata beroperasi jelang lebaran ketupat. Tujuan kebijakan bupati sederhana. Untuk memutus penularan virus Covid-19. Kebijakan bupati juga melarang tempat-tempat yang berpotensi medatangkan kerumunan banyak orang. Imbauan larangan formal itu ternyata menimbulkan kecemburuan dari pelaku wisata Sumenep. Tak sedikit publik dibuat geram karena ada anomali. Ketidak sesuaian antara imbauan larangan bupati dan fakta di lapangan. Seperti apa? Para pelaku wisata itu melihat dengan mata telanjang sejumlah cafe dan warung-warung makan yang selalu ramai dikunjungi pembeli. Jumlahnya tak sedikit. Kalau dihitung bisa ratusan orang duduk berdekatan. Kejadian itu sebelum lebaran. Tepatnya, moment berbuka puasa. Suasana cafe dan warung-warung makan selalu ramai pengunjung. Parkir kendaraan sampai overload. Fenomena itu dinilai oleh pegiat wisata terkesan dibiarkan. Sehingga mereka menyebut ada cafe yang dibiarkan beroperasi. Cafe yang lain, dihalang-halangi oleh petugas dan Satpol PP untuk beroperasi. Ketika saya mengirim gambar via WhatsApp soal tiga cafe di Kota Sumenep yang sedang beroperasi Kamis malam. Kepala Satpol PP Sumenep, Purwo Edi Prasetia kaget. Dia balas, nanya lokasi. Saya jawab sejelas-jelasnya. Pur menjawab terima kasih infonya sudah diteruskan ke tim Joko Tole untuk evaluasi. Itu saja komennya. Tanpa tambahan kata-kata. Itu salah satu konteks soal kebijakan bupati yang menjadi isu trending saat ini. Anda bisa menyimpulkan sendiri. Makanya, saya kaget jika Humas Pemkab Sumenep yang bisa menjadi corong informasi kebijakan Bupati Sumenep. Juga Kominfo yang bertugas menyebarkan informasi semua kegiatan Bupati, Wabup, Sekda dan seluruh OPD Kabupaten Sumenep, seperti memilih pasif. Tak ada tindak aktif untuk mengklarifikasi atau pelurusan berita yang menyebut Bupati Plin-plan. Padahal, dua institusi yang bertugas menjadi penyambung lidahnya Bupati dan Pemkab itu diberi alokasi anggaran cukup melimpah. Nilainya jika disatukan ya..sekitar Rp 2 miliar setahun untuk merangkul para mitra publikasi. Jika anggaran itu diatur betul kepada para mitra media, cukup lah menjadi penyambung lidah bupati atau OPD-OPD lain. Tak perlu repot-repot orang lain meluruskan ini dan itu tentang opini bupati. Tapi, problemnya? Bukan soal distribusi anggaran publikasi. Problemnya ada di soal dapur produksi. Dua institusi itu sepertinya hanya puas menyediakan alokasi anggaran. Tanpa  menyediakan rumah produksi konten apa yang menarik untuk didistribusikan kepada mitra media. Humas dan Kominfo sebagai pemilik produk harus ngerti siapa sasaran konsumen yang cocok untuk produk yang akan dipasarkan. Konten-nya bagaimana. Inilah perlu-nya rumah produksi konten. Bukan membiarkan keleluasaan kepada para penyedia. Akibatnya banyak konten yang tak sesuai. Bahkan cendrung Jaka Sembung bawa golok. Dan anggarannya ludes terserap sebelum bulan Desember, terkadang. Apakah ribet dirikan rumah produksi? Hare gene masih bicara ribet. Asal ada kemauan pasti terbentuk rumah produksi konten. Apalagi ada anggaran dan SDM yang ASN. Tapi, mindset juga ikut gerbong era revolusi industri 4.0. Jangan lagi berpikir old atau konvensional. Oplah atau apalah. Mindsetnya harus nyambung. Siapa dan kenapa orang bisa tersihir dengan opini publik. Diagnosanya, sederhana. Dari mana orang mendengar informasi. Apa dari radio, koran, majalah, tivi atau dari smart phone?. Hasil diagnosa jelas. Baru membuat resep dengan takaran (dosis) yang tepat sesuai sasaran dan kebutuhan. Karena kebutuhannya Sumenep dan sekitarnya, so tak perlu sebaran massif hingga ke Sumatera dan Malaysia, misalnya. Dari resep itu ternyata ada yang perlu diracik. Biar cepat reaksinya. Racikan itu perlu tenaga khusus karena tugasnya satu tahun anggaran. Biaya tenaga khusus itu sangat murah. Karena tugasnya hanya meracik. Bahan baku sudah ada. Jika bercerita Bupati Banyuwangi Azwar Anas. Dia pernah merekrut sejumlah aktivis medsos untuk ikut membantu menyebarluaskan program-program Pemkab Banyuwangi. Bupati Anas sadar. Peran netizen dan influencer sangat dominan dalam memengaruhi opini publik di dunia medsos. Facebook maupun di jejaring WhatsApp dan Instagram termasuk YouTube. Itu perlakuan Bupati Anas kepada netizen dan influencer. Tak mau cerita bagaimana Humas Pemkab Banyuwangi memperlakukan pekerjia media mainstream. Jejak Bupati Aanasr seperti diikuti oleh Bupati Pamekasan, Baddrut Tamam. Soal Covid-19, Bupati Baddrut melibatkan para media dalam sosialisasi. Ajakannya bukan sebatas kata-kata. Tapi dengan tindakan konkret. Bupati Baddrut paham, jika wartawan salah satu elemen yang ikut terdampak Covid-19. Karena itu, dia ambil sebagian anggaran Covid-19, disisihkan untuk  sosialisasi penanganan dan pencegahan Covid-19 kepada wartawan di Pamekasan. Kalau di Sumenep? Boro-boro mau dilibatkan sosialisasi. Mencari informasi Update Covid-19 susahnya minta ampun. Kepala Dinas Kesehatan Sumenep, Agus Mulyono ditelpon wartawan susah merespon. Dihubungi lewat aplikasi WhatsApp balasnya cuman satu kata. Itu pun lama. Banyak tak dijawab jika tanya via WhatsApp. Di Bangkalan, para wartawan disuguhi Update Info Covid-19 secara manja. Rilis Humas Gugus Tugas Covid-19 Bangkalan memudahkan para wartawan. Humas Gugus Tugas Covid-19 mengirim siaran pers kepada para wartawan lewat aplikasi WhatsApp. Mulai hasil rapid test hingga hasil Swab/PCR terupdate lengkap dengan kronologi. Jarang siaran pers melibatkan Bupati Ra Latif. Di Sumenep, Kepala Diskominfo, Ferdiansyah Tetrajaya saat ditanya tugasnya dia menjawab hanya sebagai Humas Gugus Tugas Covid-19. Tak lebih sebagai bagian mendistribusikan konten dari OPD terkait penangan dan pencegahan Covid-19. "Setiap hari saya update, berupa data sebaran Covid-19. Termasuk bagaimana mengedukasi masyarakat dengan protokol Covid-19," jawabnya. Ferdiansyah kurang terbuka menyampaikan suasana batinnya. Dia hanya bilang setiap informasi yang disebarkan pasti disebut sumber data yang didapat. Sederhananya, jika data lengkap, Humas Gugus Tugas Covid-19 tinggal mendistribusikan. Problemnya ini tak ada data. Apanya yang mau di update, hehe... Fairus, Kasubag Pemberitaan Humas Pemkab Sumenep juga terlihat pontang panting membawa kamera untuk siaran langsung di facebook akun HumaskabsumenepKabsumenep. Kemana bupati beraktivitas resmi, Fairus terus menempel. Suatu waktu, Bupati Kiai Busyro dalam satu wawancara dengan wartawan menyampaikan soal penambahan pasien baru yang terkonfirm Covid-19. Bupati mengaku diberitahu direktur RSUD Sumenep soal hasil Swab yang terkonfirm positif covid-19. Bupati menyampaikan, "silahkan sampaikan ke wartawan. Tak harus semua lewat bupati," ucap bupati kepada wartawan, meniru percakapan via telpon dengan dr Erliyati. Bupati sadar. Informasi covid-19 tak bisa dibendung dan ditutup-tutupi. Meski update covid-19 di Sumenep tak jelas keberadaannya. infocovid19.jatimprov.go.id mudah diakses. Sehingga walau tanpa rilis resmi di Sumenep, situs infocovid19.jatimprov.go.id sudah merilis. Memang di era Pandemi Covid-19, kinerja OPD dan birokrasi Sumenep bisa terlihat. Ketika banyak orang memantau update penanganan dan pencegahan covid-19. Jelas banyak yang menilai miring. Lelet-lah. Anggaran covid-19 Rp 95 miliar tak transparan-lah. Petak umpet info covid-19 dan sebagainya. Sederhananya, ketika protokol covid-19 di Sumenep hendak digalakkan hingga tingkat RT. Pertanyaan banyak orang, mana bantuan pemerintah tentang masker dan APD lain seperti handsanitezer dan tandon untuk dipajang di pojok-pojok kampung? Padahal, Bupati Sumenep sejak bulan Maret lalu sudah pesan masker unlimited ke Wira Usaha Muda Sumenep (WMS). Artinya Bupati sudah pesan sebanyak-banyak sesuai dengan jumlah kebutuhan penduduk Sumenep, sejak awal pandemi covid-19 ditetapkan sebagai bencana non alam. Termasuk pembentukan Kampoeng Covid-19 di tiap dusun RW/RT. Kebijakan Bupati itu sudah saya dengar awal Pandemi Covid-19 berlangsung. Sekitar akhir Maret, lalu. Kalau sekarang, tak jelas bantuan gratis masker pemkab? Entah la...anda bisa menilai sendiri. Di Banyuwangi, sudah berhasil mendistribusikan 1 juta masker secara gratis kepada warga-warganya. 1 juta masker itu. disalurkan dua tahap. Tahap pertama 500 ribu masker. Tahap kedua 500 ribu masker diberikan jelang lebaran minggu kemarin. Distribusinya jelas dan terarah. Masker dari kabupaten dikirim lewat camat lalu ke desa dan ke RW diteruskan ke tiap RT. Di Sumenep? Hemmm..saya belum dapat info penyerahan masker gratis secara massif. Kecuali pembagian secara acak dengan jumlah? Hemm...lupa ngitungnya. Jika beli 1 juta masker untuk rakyat Sumenep, kira-kira habis berapa? Paling banter Rp 7 miliar, jika per masker Rp 7 ribu. Bagaiman kalau harga per masker Rp 5 ribu atau Rp 4 ribu karena jumlah massif? Ya..paling banter Rp 4-5 miliar. Kan masih ada sisa Rp 90 miliar dari refocusing dan realokasi untuk Covid-19. Dana itu diambil 50% persen dari realokasi anggaran tiap OPD, lho. Sesuai Surat Edaran (SE) Menkeu Nomor 6 Tahun 2020 tentang Refocusing Kegiatan dan Realokasi Anggaran K/L dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Salah satu sumber refocusing dan realokasi itu dari anggaran infrastruktur pemenuhan janji politik Busyro-Fauzi saat Pilkada 2015 lalu. Yaitu, janji mempercepat pembangunan infrastruktur di kepulauan. Dinas PU Bina Marga menghapus sebagian anggaran infrastruktur di kepulauan yang tinggal pengumuman pemenang di LPSE demi SE Menkeu No 6/2020. Saya sempat telpon Pak Kadis Bina Marga Eri Susanto. Tanya kenapa anggaran infrastruktur di kepulauan masuk refocusing covid-18. Padahal itu lokasi basis pemilih Busyro-Fauzi saat Pilkada 2015, lalu. Kepala dinas hanya menjawab bingung dan lokasi yang di-refocusing tak masuk skala prioritas program dinas. Oo...benar juga jawaban Pak Kadis Eri. Program prioritas dibiarkan tak masuk refocusing. Lokasi yang tak prioritas masuk pembatalan program, sehingga perlu di-refocusing. Saya diam..tertegun. Lokasi program yang dimaksud tak prioritas...hemmm. Saya bisa ngelus dada. Kasihan, Busyro-Fauzi yang berjanji. Saking seriusnya hingga masuk ke salah satu 9 janji politiknya di RPJMD untuk membalas kebaikan para pemilih setianya. Bupati Kiai Busyro dalam lubuk hatinya ingin meninggalkan kenang-kenangan kepada muhibbin-nya. Menyulap menjadi jalan mulus sebelum jabatannya habis. Kasihan Bupati-ku, gumam dalam batin. Lokasi jalan pemilih setianya tak masuk anggaran prioritas pembangunan Bina Marga. Sehingga menjadi sasaran anggaran refocusing (dibatalkan) Covid-19. Saya mencoba menoleh anggaran yang hampir habis Rp 50 miliar teralokasi untuk jalan Lingkar Utara, Kecamatan Kota Sumenep. Lokasi itu, tak masuk daftar refocusing karena pekerjaan telah masuk proses penyelesaian. Tinggal serap anggaran dari kontraktor. Saya mulai bertanya dan mencari jawaban sendiri. Apa perencanaan lokasi di kepulauan lambat, sehingga proses tender dilakukan saat Pandemi Covid-19? Eh..semua perencanaan selesai bulan Desember 2019, jawabku. Berbarengan dengan perencanaan jalan Lingkar Utara. Lalu kenapa lelet hingga masuk daftar refocusing Covid19? Biar anda yang menilai sendiri. Yang pasti, tahun 2020, tahun terakhir janji politik Busyro-Fauzi harus dipenuhi kepada pemilih yang telah berkonstribusi suara 75% dari DPT pulau itu dalam Pilkada 2015, lalu. Dari konteks ini, apa Bupati Salah? bersambung besok (hambali rasidi)
Bupati tak (pernah) Salah catatan hambali rasidi catatan redaksi

Share :

admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Write your comment

Cancel Reply
author
admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Blog Unggulan

Surat Kabar

Daftar dan dapatkan blog dan artikel terbaru di kotak masuk Anda setiap minggu

Blog Terbaru

Blog dengan Komentar Terbanyak