Post Images
matamaduranews.com-SUMENEP-Advokat Sulaisi Abdurrazaq secara terbuka menuding, oknum Jaksa Sumenep berinisial BN minta uang kepada keluarga tersangka kasus tipu gelap bernama HH, 30, warga Desa Ketawang Laok, Kecamatan Guluk-Guluk, Sumenep. “Total uang yang diserahkan kepada BN sebesar Rp 33.500.000,” terang Sulaisi yang dikutip sejumlah media. Lanjut dalam keterangan di media: BN saat itu nawarin HH untuk meringankan putusan majelis hakim. Namun, HH dituntut dan didakwa 3 tahun penjara oleh Jaksa BN. Majelis Hakim yang menangani perkara HH, memutus 7 bulan penjara. Jaksa BN Banding. Keluarga HH berontak. Mereka merasa ditipu oleh BN karena vonis hakim tetap tinggi. Keluarga HH minta bantuan LBH IAIN Madura. Pada 1 April 2022, BN mengembalikan uang yang diminta dan diterima secara bertahap dari keluarga HH. Sulaisi menyebut, perilaku BN, selain mencoreng Korps Adhyaksa, juga meruntuhkan wibawa penegakan hukum di Sumenep. ”Rapor merah ini. Kejaksaan adalah dapurnya jaksa penuntut. Jika dapurnya kotor, sudah sepantasnya dibersihkan. Bukan malah dipelihara. Jika ini dibiarkan, bukan tidak mungkin akan memakan korban lagi,” tegas Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) IAIN Madura ini. Sulaisi Abdurrazaq, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) IAIN Madura. Oknum Jaksa BN memberi klarifikasi ke media. BN menyatakan bukan  satu-satunya jaksa yang terlibat dalam menangani kasus HH. Dengan begitu, keterlibatan jaksa lain dalam kasus dugaan permintaan uang puluhan juta kepada keluarga HH juga sangat  kuat. ”Mohon maaf, saya tidak bisa berkomentar panjang, yang terlibat tidak hanya saya. Ada jaksa-jaksa yang lain,” terang BN seperti dikutip radarmadura.jawapos.com. BN mengaku tidak bisa memberikan komentar atau membenarkan kasus dugaan penipuan tersebut. Alasan lain, sudah dipanggil kejaksaan tinggi (kejati) untuk dimintai konfirmasi.  ”Instruksi pimpinan, tidak usah komentar untuk menjaga kondusivitas,” katanya. ”Ini sudah biasa bagi kami dalam penegakan hukum. Kami sudah biasa diteror dan difitnah. Saya tidak mempermasalahkan kabar ini,” kata BN menambahkan. Sulaisi ngotot ingin memperlihatkan bukti terkait dugaan permintaah uang dari jaksa tersebut. ”Saya siap kalau diminta untuk menunjukkan bukti-buktinya,” tegas Sulaisi. BACA SAMBUNGAN: Sulaisi mengajak warga Sumenep Lalu dalam unggahan FB-nya, Sulaisi mengajak warga Sumenep untuk ikut demo Kantor Kejaksaan Negeri Sumenep, Jumat 3 Juni 2022. “Halo facebookers.... Besok, 03 Juni 2022 ada momentum langka. Bersih-bersih di Kejaksaan Negeri Sumenep. Mimbar Bebas bagi rakyat dan korban. Jangan sampai kita, keluarga, tetangga atau rakyat sebangsa mendapat giliran diperas oknum jaksa. Sebelum mendapatkan giliran, mari kita minta Kejagung "menyapu dapur kotor" Kejaksaan Negeri Sumenep. Jika saudara ada waktu, datang saja. Saksikan. Agendanya setengah 10 s/d selesai...,” tulisnya Kamis siang.   Respon Kuasa Hukum A. Fauzi (AF) Marlaf Sucipto Marlaf Sucipto selaku kuasa hukum A Fauzi (AF) korban penipuan/penggelapan yang melibatkan Husnul Hakiki (HH) hingga menyeret Bambang Nurdiantoro (BN), Jaksa di Kejaksaan Negeri Sumenep. Lewat unggahan facebook-nya, Jumat pagi 3 Juni 2022. Marlaf menulis panjang menanggapi kabar demonstrasi ke Kejaksaan Negeri Sumenep untuk memecat Jaksa Bambang Nurdiantoro dan Jaksa Irfan Maggalie. Berikut unggahan Advokat Marlaf Sucipto: Barisan Penegak Keadilan (BPK), akan melakukan demonstrasi ke Kejaksaan Negeri Sumenep dengan target tuntutan: "Pecat Jaksa Bambang Nurdiantoro dan Jaksa Irfan Maggalie". Demonstrasi ini digerakkan oleh Saudara Sulaisi Abdurrazzaq (SA) selaku Penasihat Hukum (PH) dari Saudara Husnul Hakiki (HH). Bambang Nurdiantoro (BN) adalah Jaksa di Kejaksaan Negeri Sumenep. Beliau kerap diberi mandat sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara pidana oleh Kejaksaan Negeri Sumenep. Sedangkan Irfan Manggalie (IM) adalah Kepala Seksi Pidana Umum di Kejaksaan Negeri Sumenep. BN adalah JPU dalam perkara pidana yang terdakwanya adalah HH. HH diduga melakukan tindak pidana Penipuan dan/atau Penggelapan sebagaimana ketentuan Pasal 378 dan/atau Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Korbannya adalah A. Fauzi (AF), warga Dusun Bungkandang, Desa Ketawang, Guluk-Guluk, Sumenep. Saya adalah PH-nya AF terhitung sejak 11 Januari 2018. BACA SAMBUNGAN:  Kala itu, saya masih berdomisili di Surabaya dan surat kuasa yang diberikan oleh AF dalam pengawalan perkara ini, diberikan dan/atau ditandatangi di warung kopi depan Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur. Sebab demonstrasi oleh BPK yang menyangkut HH ada hubungannya dengan AF selaku klien saya, supaya utuh tersaji ke publik, maka perlu saya membuat catatan ini. Hal ini juga sebagai respons atas curhatan Sdr. SA yang diberi judul: "Jaksa Penghianat" di banyak berita online. Demonstrasi oleh BPK, itu sah-sah saja dan konstitusional. Bahwa, dugaan pemerasan oleh Jaksa BN dan Jaksa IM kepada HH dan/atau keluarga HH, yang secara gamblang ditudingkan dan/atau dituduhkan kepada Jaksa BN dan Jaksa IM oleh SA melalui curhatan yang telah beredar itu, sangat menarik untuk didalami secara serius. Mengapa? Pertama, dugaan pemerasan yang diceritakan SA itu berisi tudingan, maka, jika SA tidak bisa membuktikan secara hukum, ia bisa dijerat dengan Pasal 311 KUHP tentang Fitnah. Selain itu, karena dalam serangkaian curhatan SA juga menyerang harkat dan martabat BN,SA juga dapat dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo. Pasal 310 KUHP. Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga institusi; Kepolisian, Kejaksaan dan Menteri Informasi & Komunikasi, telah turut menyempurnakan perundangan ini. Kata-kata SA: "Berawal dari kasus tipu gelap yang ditangani seorang jaksa di Kejari Sumenep, lalu berujung pemerasan terhadap keluarga Tersangka. Kalau tidak ada uang, ditahan dan dituntut berat. Kalau ada uang, akan dibantu." Ini yang saya nilai tudingan dan/atau tuduhan. bila tidak bisa dibuktikan, justru akan mengancam SA dalam dugaan fitnah. "...oknum jaksa itu memang benar-benar “binatang kecil yang berakal”. Lebih senang hidup dan berkembang di tong sampah, daripada di tempat bersih. Jamwas dan Kejagung harus mencatat nama “binatang” ini. Dia adalah Jaksa Muda Bambang Nurdiantoro, SH.,MH,". Ini yang saya nilai menyerang harkat dan martabat seorang BN. Baik BN secara pribadi maupun dalam kapasitas ia sebagai JPU. Ikhwal dugaan fitnah dan pencemaran nama baik ini, biar menjadi urusan pribadi BN dengan SA. Kedua, pemerasan adalah tindak pidana dan bila terbukti secara hukum, pelakunya dapat dipidana. Ini menarik untuk memperjelas dan mempertegas siapa yang memeras dan siapa yang diperas. Pengawas internal Kejaksaan, Jaksa Agung Muda Pengawasan maupun Pengawasan Eksternal Kejaksaan, Komisi Kejaksaan dan Komisi ASN, harus kompak berkenan mendalami dugaan adanya pemerasan ini. Dalam konteks pemerasan, ada pelaku ada korban. Tapi, bahasa "pemerasan" ini, kan, perspektif saudara SA.  BACA SAMBUNGAN: Dari perspektif lain, saya malah menduga adanya suap menyuap. Jika hal tersebut ditindaklanjuti, dilakukan pemeriksaan, dan unsurnya lebih mendekati suap-menyuap, bukan pemerasan, maka penyuap dan yang disuap terancam diproses sesuai hukum. Sekali lagi, jika ini diseriusi, betul-betul akan menjadi salah satu media yang efektif untuk memperbaiki citra Kejaksaan, kualitas Jaksa dan pihak-pihak lain supaya "tidak bermain-main" dengan penegakan hukum. Dugaan suap menyuap, saya rasa lebih rasional dalam posisi HH sebagai tersangka guna mendapat sanksi hukum yang seringan-ringannya. Sebab, yang berkepentingan langsung adalah HH. Jaksa, atau pihak lain yang mengatasnamakan dan/atau mewakili jaksa, saya duga hanya "mengimbangi" upaya HH dan/atau keluarganya maupun pihak lain yang mengusung kepentingan HH supaya dapat sanksi hukum yang seringan-ringannya. Dalam kapasitas SA sebagai PH-nya HH, jika BN Banding, mestinya dilawan dengan Kontra Memori Banding. Tindakan hukum dilawan dengan tindakan hukum. Gagasan dilawan dengan gagasan. Demonstrasi BPK dan curhatan SA yang diberi judul: "Jaksa Penghianat" itu, poin yang saya tangkap, lebih berisi kekecewaan yang titik tekan utamanya mengarah kepada tindakan BN yang melakukan upaya hukum banding. Soal ada dugaan pemerasan di balik itu, saya rasa hanya sebagai isu penopang. Andai BN dalam kapasitasnya sebagai JPU tidak banding, rasanya tidak mungkin ada demonstrasi BPK hari ini dan curhatan kekecewaan saudara SA yang sensasional itu. Simpelnya, ini tidak murni soal isu dugaan pemerasan oleh Jaksa, tapi, lebih pada ekspresi luapan kekecewaan SA sebab JPU menuntut dan mendakwa tinggi, kemudian melakukan upaya hukum banding terhadap HH. HH dituntut dan didakwa 3 tahun penjara oleh BN. Oleh Majelis Hakim yang menangani perkara ini, diputus 7 bulan penjara. BN Banding. SA berontak karena BN Banding. Padahal, dalam konteks profesionalisme BN sebagai jaksa, jangankan SA, sekelas Kepala Kejaksaan Agung pun tidak bisa mengintervensi kerja jaksa. Jadi, Banding itu adalah prerogatif BN dalam kapasitasnya sebagai jaksa yang tidak bisa diintervensi oleh siapa pun. Apalagi hanya oleh hasil negosiasi SA. Saya rasa, tidak bakal ada "asap" jika tidak ada "api". Mohon berhati-hati jika "bermain" api. Mas, di balik AF sebagai korban, ada saya sebagai PH. Saya memang bukan yang terbaik, tapi saya terus berusaha melakukan hal baik sesuai ketentuan hukum yang berlaku". Selamat berjuang, Mas. Dalam konteks penegakan hukum yang baik, saya berdiri seiring denganmu. Secara pribadi, saya tetap rekanmu, tapi secara profesi, boleh dong kita berbeda pendapat. (*)
Berita Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Berita Sumenep Berita Sumenep Sulaisi Abdurrazaq Marlaf Sucipto ‘Minta Uang Perkara’ Jaksa Kejaksaan Negeri Sumenep

Share :

admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Write your comment

Cancel Reply
author
admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Blog Unggulan

Surat Kabar

Daftar dan dapatkan blog dan artikel terbaru di kotak masuk Anda setiap minggu

Blog Terbaru

Blog dengan Komentar Terbanyak